Lebih dari Gelar, Inilah Warisan Pemikiran Ki Hajar Dewantara di Dunia Pendidikan

Ki Hajar Dewantara. (Istimewa)
Ki Hajar Dewantara. (Istimewa)

GSNews.id – Meskipun pendidikan formalnya tidak setinggi tokoh-tokoh lainnya, Ki Hajar Dewantara tetap menjadi simbol perjuangan pendidikan di Indonesia.

Pemikirannya melampaui batas ijazah dan gelar akademis. Setelah keluar dari STOVIA karena alasan kesehatan, Soewardi memilih jalan perjuangan melalui dunia jurnalistik dan pergerakan. Puncak dedikasinya terlihat pada tahun 1922, saat ia mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta.

Menurut Sejarawan asal Jepang, Tsuchiya Kenji, dalam bukunya Demokrasi dan Kepemimpinan: Kebangkitan Gerakan Taman Siswa (1992), pendirian Taman Siswa dilatarbelakangi oleh keprihatinan Soewardi terhadap sistem pendidikan kolonial Belanda yang sangat diskriminatif.

Ia ingin menciptakan sekolah yang terbuka untuk semua anak pribumi tanpa memandang latar belakang.

Sekolah ini menjadi tonggak penting dalam sejarah pendidikan nasional karena tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga nilai-nilai kebangsaan dan kemandirian. Di sanalah Soewardi merumuskan filosofi pendidikan yang masih sangat dikenal hingga kini: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Ketiga prinsip ini menekankan peran guru sebagai panutan, pembangkit semangat, dan pemberi dorongan kepada murid.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara begitu revolusioner hingga ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional tidak lama setelah wafatnya pada 26 April 1959. Sebagai bentuk penghormatan atas jasanya, Presiden RI saat itu mengeluarkan SK Presiden No.316 tanggal 16 Desember 1959 yang menetapkan hari kelahirannya, 2 Mei, sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Warisan Ki Hajar Dewantara membuktikan bahwa pendidikan bukan sekadar formalitas atau pengakuan akademik, melainkan tentang semangat dan tujuan mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemikirannya terus menjadi inspirasi bagi pendidik dan generasi muda hingga hari ini.

(* * *)