PMII Samarinda Desak Pertamina Usut Dugaan BBM Oplosan dan Minta Terminal Dipindah

Puluhan massa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Samarinda menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PT Pertamina Patra Niaga, Jalan Cendana, Selasa (8/4/2025).
Puluhan massa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Samarinda menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PT Pertamina Patra Niaga, Jalan Cendana, Selasa (8/4/2025).

GSNews.id – Terkait dugaan peredaran Bahan Bakar Minyak (BBM) oplosan di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, memicu reaksi keras dari kalangan mahasiswa. Puluhan massa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Samarinda menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PT Pertamina Patra Niaga, Jalan Cendana, Selasa (8/4/2025).

Dalam unjuk rasa tersebut, para mahasiswa menyampaikan lima poin tuntutan utama yang ditujukan kepada PT Pertamina Patra Niaga selaku pengelola Fuel Terminal Samarinda. Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan terhadap dugaan lemahnya pengawasan distribusi serta kualitas BBM yang beredar di masyarakat.

Lima tuntutan yang disuarakan PMII Samarinda antara lain:

1. Evaluasi kinerja pengelola PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Samarinda.

2. Penghentian sementara distribusi BBM jenis Pertamax dan Pertalite sampai hasil uji kualitas BBM diumumkan secara terbuka.

3. Tuntutan agar Pertamina Patra Niaga bertanggung jawab atas dugaan pengoplosan BBM tersebut.

4. Desakan untuk menindak tegas oknum yang diduga terlibat dalam praktik BBM oplosan.

5. Pemindahan lokasi Fuel Terminal Samarinda ke daerah lain.

Humas PMII Samarinda, Taufikudin, menegaskan bahwa aksi ini merupakan upaya mahasiswa untuk mendesak adanya langkah konkret dari pihak Pertamina. Mereka menilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan BBM di wilayah tersebut.

“Kami juga mendesak Pertamina dan BUMN untuk segera memindahkan Depot BBM Pertamina Patra Niaga ke Kecamatan Palaran,” kata Taufik saat berorasi di tengah aksi.

Tidak hanya soal dugaan BBM oplosan, para mahasiswa juga menyoroti masalah lain yang tengah menghimpit masyarakat, yaitu lonjakan harga gas elpiji bersubsidi 3 kg. Menurut mereka, harga yang biasanya berada di kisaran Rp 25 ribu kini bisa menembus Rp 50 ribu per tabung.

“Harga yang biasanya paling mahal Rp 25 ribu kini melonjak hingga Rp 50 ribu. Hal ini tentu menjadi keresahan besar dan berdampak luas terhadap perekonomian masyarakat yang sangat bergantung pada tabung gas elpiji bersubsidi,” tegas Taufikudin menutup orasinya.

Aksi damai ini berjalan tertib dan mendapat pengawalan dari aparat kepolisian setempat. Para pengunjuk rasa berharap tuntutan mereka segera ditanggapi serius oleh pihak Pertamina dan instansi terkait demi melindungi kepentingan masyarakat luas.


(* * *)