Relokasi Picu Penolakan: Paguyuban Pasar Subuh Minta Pemerintah Samarinda Tinjau Ulang Kebijakan

Rencana relokasi Pasar Subuh Samarinda mendapat penolakan keras dari para pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Pasar Subuh. (GSNews.id)
Rencana relokasi Pasar Subuh Samarinda mendapat penolakan keras dari para pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Pasar Subuh. (GSNews.id)

GSNews.id – Rencana relokasi Pasar Subuh Samarinda mendapat penolakan keras dari para pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Pasar Subuh. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak hanya mengabaikan sejarah panjang pasar sebagai pusat interaksi ekonomi dan sosial, tetapi juga mencederai prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan ekonomi.

Dalam pernyataan sikap yang disampaikan pada akhir April, Paguyuban menolak tegas segala bentuk relokasi yang tidak berdasarkan dialog dan pertimbangan matang. Terlebih, rencana relokasi dikaitkan dengan proyek pengembangan Chinatown yang menurut mereka tidak relevan dengan lokasi saat ini.

“Kami menolak relokasi karena Pasar Subuh adalah bagian dari identitas sosial Samarinda. Selama ini kami berusaha mandiri di lahan pribadi, menjaga kebersihan, dan memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama untuk konsumsi non-halal. Relokasi bukan solusi, tetapi justru mengancam hak hidup layak kami,” kata Ketua Paguyuban, Abdus Salam, pada Selasa (29/4/2025).

Paguyuban menyatakan bahwa keberadaan Pasar Subuh telah memenuhi kebutuhan khusus masyarakat yang tidak terlayani di pasar umum. Mereka menjual produk-produk non-halal yang memiliki pangsa pasar sendiri, terutama dari kalangan Tionghoa dan non-Muslim di Samarinda. Pemindahan ke lokasi lain dikhawatirkan akan menghilangkan kekhasan dan efektivitas distribusi yang telah terbangun secara alami.

Lebih mengkhawatirkan lagi, ancaman penggunaan kekuatan aparat keamanan gabungan dari TNI, Polri, dan Satpol PP untuk pelaksanaan relokasi pada 4 Mei mendatang dinilai sebagai bentuk tekanan yang tidak berperikemanusiaan.

Dalam pernyataannya, Paguyuban merujuk pada Pasal 25 (1) DUHAM tentang hak atas penghidupan yang layak serta UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Menurut mereka, Pasar Subuh adalah representasi dari ekonomi kerakyatan yang seharusnya didukung, bukan dipaksa untuk dipindahkan.

Paguyuban juga membuka diri terhadap dialog dan solusi bersama dengan pemerintah, termasuk penataan pasar menjadi lebih bersih, modern, dan terintegrasi secara legal, asalkan tidak menghilangkan ciri khas dan keberadaan mereka di lokasi saat ini.

“Kami bukan pelaku kriminal. Kami adalah pedagang kecil yang berjuang untuk keluarga dan keberlangsungan ikon sosial Samarinda,” tandas Abdus Salam.

Mereka meminta Pemerintah Kota Samarinda untuk menghentikan semua bentuk intimidasi dan mempertimbangkan pendekatan kolaboratif demi keberlanjutan ekonomi rakyat kecil.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemkot Samarinda terkait tuntutan dan pernyataan sikap Paguyuban Pasar Subuh.

(* * *)